Kontroversi Puisi Ibu Sukmawati

Bahas Tuntas Kontroversi Puisi Ibu Sukmawati


Dan lagi, Indonesia dihadapkan pada keadaan yang memancing disintegrasi bangsa. Jika dilihat dari judulnya mungkin tidak ada yang salah dengan sebuah puisi. Puisi merupakan sebuah mahakarya yang indah. Lantas, apa yang salah dari puisi yang menjadi kontroversi tersebut? Berikut isi puisi yang dibacakan oleh Ibu Sukmawati tepatnya saat perayaan 29 tahun  karier Anne Avantie, Kamis (29/3/2018).

Ibu Indonesia
Aku tak tahu syariat Islam
Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah
Lebih cantik dari cadar dirimu
Gerai tekukan rambutnya suci
Sesuci kain pembungkus ujudmu
Rasa ciptanya sangatlah beraneka
Menyatu dengan kodrat alam sekitar
Jari jemarinya berbau getah hutan
Peluh tersentuh angin laut
Lihatlah ibu Indonesia
Saat penglihatanmu semakin asing
Supaya kau dapat mengingat
Kecantikan asli dari bangsamu
Jika kau ingin menjadi cantik, sehat, berbudi dan kreatif
Selamat datang di duniaku, bumi ibu Indonesia
Aku tak tahu syariat Islam
Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok
Lebih merdu dari alunan azan mu
Gemulai gerak tarinya adalah ibadah
Semurni irama puja kepada Illahi
Nafas doanya berpadu cipta
Helai demi helai benang tertenun
Lelehan demi lelehan damar mengalun
Canting menggores ayat-ayat alam surgawi
Pandanglah Ibu Indonesia
Saat pandanganmu semakin pudar
Supaya kau dapat mengetahui kemolekan sejati dari bangsamu
Sudah sejak dahulu kala riwayat bangsa beradab ini
Cinta dan hormat kepada ibu Indonesia dan kaumnya
(TribunSolo.com)

Itulah isi dari puisi yang dibacakan oleh Ibu Sukmawati yang sudah viral beberapa hari ini. Mengapa saya menulis dengan huruf tebal pada beberapa bait dari puisi diatas? Karena, kira-kira bait itulah yang membuat puisi tersebut banyak disorot, disinggung dan diperbincangkan oleh berbagai kalangan. Pertanyaan yang menarik untuk dibahas dari sebuah diskusi harian di kelas pada salah satu Institut Islam di Cirebon adalah “apakah puisi Ibu Sukmawati tersebut termasuk dalam sebuah konflik? Kemudian apabila termasuk ke dalam konflik, maka termasuk ke dalam jenis konflik apa? apakah masuk ke dalam jenis konflik antar individu ataukah masuk ke dalam jenis konflik antar kelompok?” Pertanyaan tersebut muncul ketika diskusi kelas mata kuliah kajian konflik sosial, dimana pemateri diskusi membahas mengenai jenis-jenis konflik sosial dan strategi penyelesaian konflik.

Sebetulnya tidak ada puisi ataupun karya tulis lainnya yang termasuk ke dalam sebuah konflik. Hanya saja apabila isi, esensi dan makna pada sebuah karya tulis tidak mengindahkan kaidah-kaidah atau syarat-syarat dalam menulis sebuah karya tulis, maka bukan tidak mungkin hal tersebut dapat memicu terjadinya sebuah konflik. Salah satu syarat dalam menulis sebuah karya tulis adalah tidak boleh menyinggung atau melibatkan unsur SARA, terutama menyinggung mengenai agama. Sebab, berdasarkan pendapat salah satu dosen di salah satu Institut Islam di Cirebon, beliau berpendapat  bahwa agama adalah hal yang benar-benar sangat sensitif. Jangan sesekali menyentuh dan menyinggung itu. Isi, esensi dan makna dari bait puisi Ibu Sukmawati yang saya tulis dengan huruf tebal itulah yang akhirnya menimbulkan sebuah konflik. Sebab bait tersebut dirasa sangat menyinggung kaum mayoritas di Indonesia.

Ibu Sukmawati adalah budayawan yang cerdas. Tujuan beliau hanya ingin menyampaikan pesan secara tersirat dari puisi yang beliau bacakan. Pesan tersebut adalah beliau ingin bangsa Indonesia memiliki sifat-sifat kearifan lokal. Namun puisinya kali ini memang sangat disayangkan. Jika ingin menyampaikan pesan yang demikian, maka pertanyaannya haruskah kecantikan seorang perempuan yang memakai konde dibandingkan dengan perempuan bercadar? Mengapa tidak dibandingkan dengan perempuan bergaya kebarat-baratan yang banyak dijumpai di kota besar? Ada motif apa dibalik pembuatan puisi beliau? Mengapa harus memilih kata, bahasa dan kalimat yang memancing disintegrasi bangsa? Apakah ada tujuan lain selain menyampaikan pesan berupa penguatan kearifan lokal bagi bangsa Indonesia?

Banyak kalangan yang akhirnya menanggapi puisi yang dibacakan beliau tersebut, salah satunya adalah MUI. MUI menilai bahwa puisi Ibu Sukmawati ini sangat berbahaya. Saya sendiri banyak melihat tanggapan dari berbagai kalangan di media sosial, bukan hanya kaum mayoritas, namun kaum minoritaspun sebagian besar memang menyayangkan puisi Ibu Sukmawati tersebut. Sebagai panutan dan teladan seharusnya beliau menyampaikan pesan yang dapat memperkuat integrasi bangsa.

Kemudian pertanyaan selanjutnya, dikategorikan ke dalam jenis yang seperti apa konflik tersebut? Sebetulnya Ibu Sukmawati ini bukanlah subjek yang berkonflik. Hanya saja dari puisi yang dibacakan beliau tersebut, akhirnya banyak kalangan yang merasa tersinggung dan dilecehkan, terutama kaum mayoritas di Indonesia. Sehingga disini, Ibu Sukmawati posisinya adalah sebagai penyebab konflik antar kelompok mayoritas dengan kelompok pendukung Ibu Sukmawati, dan hal tersebut terjadi karena puisi yang dibacakannya. Pendapat tersebut diambil dari beberapa mahasiswa kritis di kelas saya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Potensi Pluralitas Masyarakat Indonesia

Makalah Penelitian Fenomenologis dan Historis

Makalah Pengaduan, Perlindungan Hukum dan Penghargaan (Pendidikan Anti Korupsi)